Senin, 12 Desember 2016

Mencoba Muncul Kembali

Salam damai bagimu, bagiku, kita sekalian....

Tentang masa kecil, apa yang kau ingat mengenai itu?
Aku? Ku rasa diriku sudah dewasa sejak tubuhku masih kecil. ku rasa aku adalah jiwa yang dewasa dan terkurung pada tubuh manusia untuk mengikuti semua hukum alam agar tumbuh seiring masa, tapi aku yang sesungguhnya tetap sama, tetap diriku yang begitu dan jiwa masih itu-itu melulu.

Hal yang selalu ku rasakan di usiaku yang muda sebagai anak kecil yang masih mengisap ingus sekehendakku tanpa mau peduli kau akan tertarik atau merasa jijik, adalah saat itu lebih sering ku merasa akrab dengan kematian. Mati seperti menjadi bayang-bayang yang mengikuti kemana pun ku pergi, termasuk ketika waktu sudah mengajak ku untuk menginjak usia yang selalu diserang tanya "kapan menikah?", yah maksudku dewasa. Mati masih selalu bisa menjadi teman yang paling tetap untuk tinggal denganku. Saat bangun, tidur, setengah sadar, hingga tertidur dalam bangun atau bangun dalam tidur, pikiran tentang mati masih selalu begitu, selalu sama untuk tinggal di dalam kepalaku.

Susah menjelaskan bagaimana itu padi kalau kau tinggal di ladang ternak dan tak pernah melihat padi sekali pun, sama susahnya untuk membuat kau paham tentang apa yang saya jelaskan kalau kau tidak pernah berkesempatan merasakan.

Ini bukan lagi tentang "aku berpikir maka aku ada", sebab semakin ku pikirkan tentang 'aku' semakin ku rasa aku adalah tiada. Perasaan tentang mati sesungguhnya memang tidak selalu buruk, adakalanya itu menyelematkan ku dari sebuah ambisi yang pada akhirnya ku ketahui memang tidak perlu. Tapi seiring usiaku sekarang ini, ku rasa mati itu adalah kawan yang sedang berusaha menawanku dari angan apapun, termasuk tentang,,,,,,,,, yah, tentang menikah.

Sama sepertimu, aku juga, tidak terbayang untuk akan jatuh cinta, tidak merencanakan, lalu ketika itu datang dan menuntunku untuk berani berangan tentang masa depan. Ku kira tubuhku saja yang ikut tumbuh, tidak, pikiran masa kecilku tentang mati juga ikut semakin besar. Sering menjadi sebuah tanya yang meredupkan nyali, memikirkan tentang masa depan menjadi ketakutan karena ku tahu bisa saja napasku di sirna di detik manapun.

Beginilah aku yang waktu kecil itu akhirnya tumbuh,
bahwa aku seperti jarum jam, yang setiap gerakannya hanya selalu berkisah tentang kehilangan, hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar